B. Tradisi Sejarah Masyarakat Pada Masa Aksara
Berbeda dengan
masyarakat pra-aksara, masyarakat masa aksara mewariskan masa lalunya dalam
berbagai bentuk peninggalan yang lebih beragam, baik itu melalui tutur,
tulisan maupun benda budaya.
1.Cara Masyarakat Masa Aksara
Mewariskan Masa Lalunya Melalui Tutur/Lisan
Salah satu cara yang lazim dipakai oleh masyarakat yang memiliki tradisi
lisan dalam mewariskan masa lalu mereka adalah melalui dongeng. Dongeng itu
sendiri disampaikan dalam beragam bentuk cara, antara lain adalah sebagai
berikut:
a.Pertunjukan wayang
• Wayang beber
Merupakan bentuk seni pertunjukan tradisional wayang, dimana wayangnya
sendiri dilukis pada gulungan kulit kayu, yang diantaranya menggambarkan
ksatria mitis pada jaman dahulu. Dengan media gulungan kulit kayu itulah
dalang menggambarkan kisahnya. Adegan-adegan yang tergambar pada gulungan itu
diuangkapkan dalam penceritaan yang berkesinambungan.
Wayang beber sebagai seni pertunjukan pertama kali didokumentasikan oleh dua
orang Cina yang bernama Ma Huan dan Fei Xin yang sedang mengunjungi Jawa pada
tahun 1416. pada waktu itu keduanya menyaksikan banyak orang yang berjongkok
di depan pencerita sambil mendengarkan apa yang sang pencerita ucapkan. Pada
abad ke-19, Raffles menulis hal yang sama dalam bukunya, History of Java.
• Wayang kulit
Berbeda dengan wayang beber, wayang kulit dalam menggambarkan suatu kisah
atau peristiwa dengan menggunakan tokoh-tokoh tertentu yang disimbulkan.
Dalang menggelar pertunjukan di depan layar lebar dan menghidupkan
wayang-wayangnya dengan menirukan berbagai suara dan bunyi-bunyian. Cerita
dalam wayang ini banyak bersumber dari legenda dan kisah lisan sastra tulis
dari India
dan Jawa sendiri. Miisalnya cerita tentang Baratayuda, Ramayana, cerita Karna
gugur dan sebagainya.
b. Pertunjukan Mak Yong
Mak Yong merupakan seni pertunjukan. Tradisi ini berasal dari Pattani, Thailand
bagian Selatan pada abad ke-16. Di Indonesia, tradisi lisan dalam bentuk
pertunjukan Mak Yong ini berkembang di daerh pesisir barat Sumatra.
Pada awalnya fungsi utama Mak Yong ini adalah sebagai bentuk penghormatan
kepada Yang Maha Kuasa. Tetapi dalam perkembangannya lebih sarat akan hiburan.
Banyak dimainkan oleh para nelayan dan pedagang. Kisah-kisah dalam Mak Yong
banyakmengkisahkan tentang realitas hidup masyarakat jaman dulu. Ceritanya
dipertunjukkan dalam bentuk prosa, tanpa naskah. Para
pemainnya dapat bebicara tanpa persiapan khusus, bahkan dapat memperpanjang
pertunjukan.
c. Pertunjukan Didong
Didong merupakan bentuk kesenian tradisional orang Gayo di daerah Aceh.
Pertunjukan didong sering berbentuk pertandingan antara dua kelompok yang
saling berkelakar sambil membuat sajak improvisasi yang disebut syair.
Syair-syairnya biasanya berisikan tentang legenda kisah-kisah tertentu dan
asal-usul suatu wilayah atau tempat. Pada awalnya Didong diadakan sebagai
bagian dari keramaian untuk merayakan perkawinan, hari-hari libur penting, dan
upacara tradisional lainnya. Dalam perkembangannya kemudian mengalami
pergeseran sebagai cara untuk menghormati dan menghibur tamu.
d. Pertunjukan Tanggomo
Tanggomo merupakan bentuk puitis sastra lisan yang berasal dari Gorontalo,
Sulawesi Utara. Berisikan syair-syair yang didalamnya mengkisahkan tentang
hal-hal yang sedang hangat atau peristiwa menarik setempat. Selain menghibur,
Tanggomo juga juga memberi banyak informasi berupa peristiwa sejarah, mitos,
legenda, kisah keagamaan, dan pendidikan.
e. Nyanyian-nyanyian yang berisi kisah-kisah
Melalui nyanyian inilah masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman Kalimantan bagian Tengah mewariskan sejarah kehidupan
masyarakat masa lalu. Misalnya dalam pertunjukan Takna Lawe.
2. Cara Masyarakat Masa Aksara
Mewariskan Masa Lalunya Melalui Tulisan
Salah satu hasil budaya manusia adalah berupa tulisan. Tradisi tulis
di Indonesia
memiliki sejarah yang panjang. Dimulai oleh prasasti yang menggunakan aksara
Palllawa dari India,
yang kemudian diikuti oleh aksara baru yang telah dikembangkan untuk menulis
pada berbagai media yang telah dipersiapakan.
Tulisan asli yang berkembang pada masyarakat kepulauan Indonesia pada periode klasik Indonesia
menurut J. L.. A. Brandes (1887) merupakan hasil dari proses interaksi bangsa
Indonesia dengan budaya India.
Dikenalnya tulisan oleh masyarakat kepulauan Indonesia menurut Brandes
merupakan barang baru yang dikenal oleh masyarakat, dan tidak masuk dalam 10
kepandaian asli bangsa Indonesia, sebelum pengaruh India masuk (1887). Adapun
tulisan yang pertama kali dikenal adalah tulisan yang menggunakan aksara
Pallawa.
Dengan dikenalnya aksara Pallawa, atau sering juga disebut dengan huruf
Pascapallawa, nenek moyang bangsa Indonesia mampu mendokumentasikan
pengalaman dalam kehidupannya. Terbitnya prasasti-prasasti dari
kerajaan-karajaan kuna, penggubahan karya sastra dengan berbagai judul, serta
dokumentasi tertulis lainnya melalui media lontar, kulit binatang atau kulit
katu adalah berkat dikenalnya aksara Pallawa. Bahkan di masa kemudian aksara
Pallava itu kemudian “dinasionalisasikan” oleh berbagai etnis Indonesia, maka
muncullah antara lain aksara Jawa Kuna, Bali Kuna, Sunda Kuna, Lampung,
Batak, dan Bugis.
a. Melalui Prasasti
Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan
tahan lama, umumnya adalah batu. Disamping batu media penulisan lainnya
adalah kayu, dan logam. Istilah lain dari prasasti adalah inskripsi (bahasa
Latin) atau batu tertulis.
Wilayah kepulauan Indonesia
segera memasuki zaman sejarahnya ketika sumber tertulis yang berupa prasasti
awal telah dijumpai di wilayah ini. Prasasti-prasasti pertama itu terdapat di
wilayah Jawa bagian Barat dan Kalimantan Timur. Di Jawa bagian Barat
berkembang kerajaan yang bercorak kebudayaan India pertama kali, yaitu
Tarumanagara yang salah satu rajanya bernama Purnavarman. Sementara itu di
Kalimantan Timur juga berkembang sistem kerajaan yang sama, berkat
peninggalan-peninggalan prasasti Yupa yang masih bertahan hingga kini,
diketahui adanya kerajaan kuno di wilayah Kutai, rajanya yang dikenal dalam
prasasti bernama Aswawarmman.
Dari Yupa ketiga peninggalan Kerajaan Kutai misalnya kita mendapat informasi
tentang kondisi kerajaan masa pemerintahan Mulawarman.
“...biarlah mereka mendengar tentang hadiahnya (raja Mulawarman) yang luar
biasa, ternak, pohon, keajaiban dan tanah. Karena banyaknya perbuatan baik,
tiang pengorbanan ini didirikan oleh para pendeta”
Walaupun di kedua lokasi tersebut prasasti-prasastinya belum mencantumkan
kronologi yang pasti, tetapi dapat diduga bahwa kerajaan-kerajaan pertama di
bumi Nusantara itu berkembang pada sekitar abad ke-4 M.
Prasasti yang berangka tahun pertama dijumpai di wilayah Jawa bagian tengah,
disebut prasasti Canggal yang berangka tahun 652 Saka atau 732 M. Prasasti
itulah yang merupakan bukti awal bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah
menghitung tahun, dan sistem penghitungan yang dipakai mereka adalah
penghitungan tahun Saka dari kebudayaan India. Sejak saat itu masyarakat Jawa
Kuno seterusnya mencantumkan data kronologi untuk mencatat
peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupannya.
Dengan demikian keberadaan prasasti sebagai salah satu peninggalan sejarah
memberi sumbangan penting dalam penelitian kesejarahan, yang memberi banyak
informasi pada orang-orang yang hidup sekarang tentang peristiwa, prestasi
dan berbagai hal yang terjadi di masa lalu yang berguna bagi pengembangan
pengetahuan.
b. Melalui Lontar
Disamping media batu dan logam, dikenal juga media tulis yang disebut lontar
yang terbuat dari bambu, daun palem atau daun tal. Lontar adalah daun palem
tal atau borassus flabellifer yang telah dikeringkan yang banyak digunakan
selama berabad-abad lamanya sebagai alas tulis di Jawa, Bali, Lombok. Bahkan di Bali pemanfaatan lontar sebagai alas
tulis masih banyak dipakai oleh masyarakat tradisional. Tulisan ditoreh di
kedua sisi daun dengan menggunakan pisau tajam, lalu hurufnya dihitamkan
dengan memakai jelaga. Halaman-halamannya, yaitu antara lontar yang satu
dengan yang lainnya dirangkaikan dengan tali memalui lubang di tengah dengan
dua papan kayu sebagai penutup. Tradisi ini berkembang di hampir semua
wilayah kepulauan Indonesia,
utamanya adalah Jawa.
c. Melalui Kulit Kayu atau Pohon dan Kulit
Binatang
Disamping menggunakan media batu, logam atau lontar masyarakat masa
sejarah Indonesia membuat catatan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
kehidupan mereka dengan menggunakan media kulit kayu atau kulit pohon. Bagian
kulit yang dipakai adalah kulit pohon bagian dalam. Tradisi menulis dengan
media kulit pohon ini di kepulauan Indonesia diantaranya banyak
dijumpai di daerah yang sekarang dikenal dengan Batak. Kulit pohon ini banyak
dipakai oleh para peramal Batak untuk menuliskan mantra-mantra tentang sihir
atau ramalan dan pengobatan. Tulisan yang berisi bacaan mantra atau sihir dan
pengobatan yang dimuat dalam kulit pohon itu kemudian mereka susun dalam satu
rangkaian naskah buku lipat yang disebut dengan pustaha.
d.Media tulis lain sebagai sumber pewarisan
sejarah
• Emas, tembaga dan perak
Emas, tembaga dan perak juga dipakai sebagai alas tulis untuk urusan yang
memiliki makna penting, yang bersifat khusus. Salah satu contohnya adalah
penemuan kipas yang terbuat dari emas masa kebesaran Kerajaan Johor, Riau.
Dalam kipas emas tersebut termuat tulisan yang memberikan informasi tentang
prasasti Melayu yang menyatakan asal usul sultan dari Bukit Siguntang serta
keturunanannya dari Iskandar Agung.
• Daun nipah
Hampir sama dengan daun palem tetapi lebih tipis. Tulisan ditorehan dengan
menggunakan tinta atau kuas. Jadi tidak menggunakan pisau. Diantara naskah
Jawa kuno yang merupakan peninggalan tradisi tulis abad ke-14, adalah naskah
kuno yang tertulis dalam daun nipah yang sekarang tersimpan di perpustakaan
Universitas Leiden, Belanda.
• Bambu
Bambu dipakai sebagai alas tulis setelah sebelumnya dioles dan dikeringkan.
Penggunaan bambu sebagai alas tulis banyak ditemukan di Sumatra
diantara orang-orang Batak, Lampung dan Rejang. Bambu dibelah menjadi
lembaran-lembaran lalu dikeringkan dan dirangkaian seperti daun palem atau
dibiarkan dalam bentuk tabung dan teks atau tulisannya ditoreh dengan pisau
tajam.
• Dluwang
Merupakan alas tulis halus dengan penampilan seperti kayu dan terbuat dari
kulit pohon murbei yang dipukuli. Meskipun dekenal sebagai kertas Jawa,
sebanarnya dluwang bukanlah kertas, karena tidak terbuat dari endapan encer.
Dluwang kebanyakan digunakan di Jawa untuk menulis naskah-naskah berbahasa
Arab dan Jawa seperti pawukon atau primbon.
Hampir semua pustaka Jawa kuno baik yang ditulis di lontar, maupun media
tulis lainnya ditulis dalam bentuk puisi. Berbagai naskah kuno semakin
bekembang pada masyarakat kepulauan Indonesia, terutama setelah
dikenalnya media kertas. Muncul kemudian naskah kuno dalam bentuk primbon
yang ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu dan Jawi kuno. Perkembangan
terbesar terjadi setelah kedatangan pengaruh agama dan kebudayaan Islam di
nusantara, sekitar abad ke-13.
3. Tradisi Sejarah Masyarakat
Masa Aksara Kepulauan Indonesia
Tradisi sejarah masyarakat pada masa setelah ditemukannya tulisan diketahui
dan disusun berdasarkan peninggalan tertulis dan peninggalan alat-alat
penunjang kehidupan masyarakat. Karena masyarakat sudah mengenal tulisan,
maka mereka mewariskan dan menggambarkan tradisi-tradisi sejarah mereka dalam
bentuk tulisan, baik itu dalam prasasti, maupun kesusastraan. Artinya melalui
media-media tulisan tersebut kita yag hidup sekarang mendapatkan pengetahuan
dan informasi tentang banyak hal yang berkaitan dengan sejarah masa lalu.
Pola tradisi masyarakat senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan
seiring dengan berkembangnya tingkat kecerdasan manusia. Berdasar pada
pemikiran tersebut, untuk lebih memudahkan pemahaman tentang tradisi
masyarakat Indonesia
masa sejarah, perlu dibuat periodisasi berdasarkan pola-pola umum yang
berkembang pada masing-masing periode.
a.Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia masa awal sejarah
Periode sejarah Indonesia dimulai dengan munculnya prasasti-prasasti pertama
di Indonesia yang berasal dari akhir abad ke-4 atau awal abad ke-5 M. Sejarah
atau ilmu yang mempelajari catatan tertulis, secara teknis dimulai pada saat
tersebut. Sayang sekali selama abad-abad pertama setelah bangsa Indonesia
mulai menulis pada batu, kegiatan ini relatif jarang dilakukan. Topiknya pun
terbatas pada pencatatan peristiwa-peristiwa keagamaan serta doa-doa. Baru
menjelang akhir abad ke-7 dan awal abad ke-8, prasasti di Indonesia
mulai memberi cukup banyak keterangan rinci sehingga tradisi-tradisi
masyarakat yang berkembang pada masa itu dapat diketahui. Diantara
bentuk-bentuk tradisi yang masyarakat kembangkan pada masa sejarah awal Indonesia adalah:
•Tradisiperekonomian
Disamping pertanian, bukti linguistik menunjukkan bahwa bangsa Indonesia
telah melakukan aktivitas perniagaan yang tidak hanya sebatas antar wilayah
kepulauan nusantara saja tetapi sudah meluas ke luar negeri. Dicontohkan
bahwa orang-orang Indonesia
bahkan telah sampai ke Madagaskar pada awal milinium pertama Masehi.
Sejarawan dari Romawi, Plyni menggambarkan hal ini. Banyak orang-orang yang
membawa kayu manis ke Afrika Timur melewati Samudra Hindia. Dalam perjalanan
pulang mereka membawa serta kaca, perunggu, pakaian, gelang dan kalung.
Sumber berita Yunani dan Cina menyatakan bahwa para pedagang Indonesia adalah
pedagang Asia Tenggara yang pertama kali mencapai Madagaskar. Perniagaan
dengan Cina pun sudah berkembang. Barang dagangan Indonesia seperti cengkih
mencapai istana dinasti Han di Cina utara pada sekitar 2000 tahun yang lalu,
mencapai Roma tahun 70 Masehi.
Perdagangan dengan Cina
Perdagangan langsung dengan Cina dimulai antara tahun 250 hingga 400 M.
Misi-misi dagang Cina sering dikirim ke luar negeri untuk mencari “barang
langka dan berharga” untuk persembahan pada raja. Pada masa dinasti Han (206
SM-220 M) misalnya, duta-duta resmi kerajaan dikirim ke luar negeri. Pun
sebaliknya duta-duta dari Indonesia
mulai mengunjungi Cina, yang kemungkinan besar adalah untuk memastikan agar
hak-hak dagang mereka tetap diakui. Laporan Cina (414 M) merupakan bukti pertama
bahwa kapal-kapal berlayar langsung dari Indonesia ke Cina. Barang
dagangan utama adalah mutiara, kulit penyu, dupa serta minyak wangi yang
langka untuk upacara keagamaan seiring dengan makin berkembangnya aliran
Budha Mahayana. Sayangnya kebanyakan barang dagangan Indonesia seperti rempah-rempah, dupa, pakaian
dan bulu burung mudah hancur, sehingga sebagian besar situs penting Indonesia
selama menjalin hubungan dengan Cina tidak diketahui.
Dengan bertambah banyaknya data selama abad ke-8 dan 9 kita mencatat bahwa
masyarakat kepulauan Indonesia
terutama yang berada di bagian barat sudah terkait erat dalam suatu jaringan
internasional yang luas, yang dihubungkan oleh ikatan-ikatan keagamaan dan
perdagangan.
• Tradisi sosial
Tradisi sosial masyarakat pada masa ini masih merupakan upaya mempertahankan
kebiasaan masyarakat sebelumnya. Para
penguasa, bangsawan dan orang-orang kaya berupaya mempertahankan stratifikasi
sosial yang sudah ada. Tujuannya tidak lain agar rakyat biasa tetap
menghormati mereka.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Pada masa awal sejarah ini penggunaan alat-alat logam (terutama besi) untuk
kegiatan pertanian semakin menonjol. Tradisi pembuatan gerabah juga semakin
meningkat, baik jumlah, mutu barang, keragaman fungsi, maupun teknologi yang
digunakan.
• Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi melukis pada dinding-dinding gua sudah jauh ditinggalkan. Masyarakat
mulai mengenal tradisi pahat (seni pahat) dengan bahan dasar utamanya adalah
batu, dan perunggu. Sedangkan yang berkaitan dengan sastra tulis, pada masa
ini masyarakat terutama kalangan bangsawan telah mengenal bahasa Sanskerta
dan aksara Pallawa (pengaruh India).
Tradisi dengan bahasa dan huruf India tersebut baru terbatas pada
orang-orang tertentu saja.
• Tradisi kepercayaan masyarakat
Berdasarkan sumber prasasti, tradisi kepercayaan masyarakat kepulauan Indonesia
masih bersifat animisme dan dinamisme. Prasasti-prasasti di Jawa biasanya
berisikan kutukan terhadap siapa saja yang menggangu keamanan, dengan
memanggil roh penunggu gunung dan makluk gaib lain. Prasasti Kuti (804 M)
berisi upacara pemanggilan terhadap enam jenis roh. Kepercayaan pada yang
gaib biasanya disimbulkan atau dihubungkan dengan “lumpang batu” (mirip
seperti kebudayaan masyarakat prasejarah).
b. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia masa sejarah klasik
awal
• Tradisi perekonomian
Pertanian tetap merupakan tradisi perekonomian utama masyarakat, disamping
perniagaan dan pelayaran. Dilihat dari jenis tanamannya, penanaman padi
secara intensif sudah diperkenalkan sejak awal periode sejarah klasik Indonesia.
Banyak perkakas batu dan logam yang ditemukan dibeberapa tempat diduga
digunakan untuk kegiatan cocok tanam khususnya tanaman padi.
Dalam relief-relief candi (seperti pada relief candi Borobudur) kita mendapat
banyak gambaran tentang perkembangan tradisi pertanian masyarakat Indonesia.
Dari sumber prasasti seperti prasasti Tugu (dekat Jakarta) diperoleh keterangan mengenai
pengelolaan air di Indonesia. Prasasti ini berasal dari masa kerajaan Tarumanegara,
menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Isi terjemahannya adalah
bahwa raja Purnawarman memerintahkan penggalian saluran sepanjang 11 km.
Aktivitas penggalian saluran air ini kemungkinan dimaksudkan untuk aktivitas
pertanian dan pencegahan banjir. Beberapa prasasti lainnya yang berasal dari
Jawa Timur menyebut sumbangan-sumbangan raja untuk pembangunan bendungan dan
saluran-saluran yang meungkin mempunyai beberapa manfaat penting yang
diantaranya adalah sebagai saluran irigasi.
Disamping adanya sawah irigasi lahan kering juga dimanfaatkan untuk menanam
berbagai jenis tanaman lainnya seperti sayur dan buah. Bukti lebih
jelas lagi terdapat pada prasasti Longan Tambahan yang ditulis pada masa raja
Sri Dharmawangsa Wardhana (1023). Di dalamnya disebutkan tentang tahap-tahap
dalam penanaman padi, yaitu amabaki (membersihkan sawah sebelum dibajak),
amaluku (membajak), atanam (menanam), amatun (menyiangi), ahani (memanen) dan
anutu (menumbuk padi).
Bukti berupa sumber-sumber sastra
Sejarawan sudah meneliti keterangan tentang pertanian yang terdapat dalam
naskah klasik. Memang dalam karya sastra klasik tersebut belum ditemukan
keterangan yang menyebutkan bahwa alat-alat seperti cangkul dan bajak
digunakan dalam pengerjaan pertanian. Tetapi gambaran umum adanya aktivitas
pertanian di Indonesia
terdapat dalam karya-karya sastra tersebut.
Kitab Arjunawiwaha dan Sutasoma misalnya memberi pengetahuan rinci tentang
tradisi pertanian masyarakat Indonesia
masa sejarah klasik awal. Dalam Arjunawiwaha diceritakan bahwa ketika
Majapahit diperintah oleh Hayam Wuruk (Rajasanagara) pembangunan bendungan
sangat intensifkan. Air bendungan kemudian disalurkan dari bendungan itu ke
sawah-sawah yang diberi pematang. Sawah pertama yang menerima air dinamakan
pasimpangan. Dari sawah-sawah ini air kemudian diteruskan ke sawah lain.
Sedang kitab Sutasoma banyak menceritakan tentang aktivitas para petani yang
menyiangi padi di ladang-ladang mereka.
Bukti-bukti etnografi
Perbandingan etnografi memberi kita pengetahuan mengenai kebiasaan penanaman
padi pada masa kuno. Petani tradisional Jawa misalnya sampai sekarang banyak
yang masih menggunakan teknologi dan cara-cara tradisional. Penghitungan
waktu tanam yang baik, upacara-upacara ritual masa panen seperti sesaji sampai
sekarang masih dipakai oleh masyarakat petani Jawa. Kegiatan yang kemungkinan
besar sudah dilakukan oleh petani jaman sejarah klasik awal.
Sumber berita Cina
Menurut catatan sejarah Cina, pada abad ke-13 atau sebelumnya, beras Jawa
sudah diekspor ke Sumatera dan kemungkinan juga ke bagian lain kepulauan Indonesia.
Ini jelas menunjukkan bahwa aktivitas pertanian (sawah) sudah menjadi mata
pencaharian utama masyarakat.
Transaksi jual beli atau tukar menukar barang sudah dikenal masyarakat
periode sejarah. Sebagian besar penduduk pedesaan mempunyai hubungan ke
“pasar berkala” (pekan) yang berputar berdasarkan daur lima hari sekali buka. Hingga sekarang
tradisi pasar demikian masih banyak dijumpai di desa-desa Jawa. Berdasar
sumber prasasti, barang-barang yang mereka bawa ke pasar tidak hanya sebatas
pada beras saja, tetapi juga kacang-kacangan, sayuran, buah, ayam dan telur.
Tradisi penjaja keliling juga telah dikenal. Untuk mendapat barang yang
diinginkan, dilakukan dengan sistem transaksi menggunakan uang (uang emas dan
perak) dan barter. Peningkatan intensitas perdagangan dalam negeri menuntut
adanya mata uang yang mudah dipergunakan. Menjelang akhir abad ke-8
masyarakat telah mengenal uang dalam bentuk uang koin atau logam yang terbuat
dari emas dan perak dengan ukuran-ukuran tertentu.
• Tradisi sosial
Berdirinya kerajaan-kerajaan kuno telah memunculkan tradisi pemujaan rakyat
pada raja, karena raja dianggap sebagai titisan dewa di dunia. Kesenjangan
sosial dan stratifikasi sosial dalam masyarakat semakin besar dan lebar.
Spesialisasi atau pengkhususan pekerjaan semakin nyata.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Tradisi pembuatan alat-alat penunjang aktivitas pertanian makin meningkat.
Sementara itu pembuatan perahu sebagai unsur penting penunjang aktivitas
pelayaran dan perniagaan juga mengalami kemajuan. Masyarakat juga mulai
mengenal pembuatan batu bata. Tradisi pembuatan gerabah dilakukan dengan
menggunakan alat pemutar. Tradisi pengerjaan emas juga semakin modern.
• Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi pahat batu dan perunggu semakin berkembang pada periode ini. Para pemahat Jawa misalnya, mulai menciptakan relief
naratif yang membentuk suatu cerita. Contoh relief pada dinding candi Borobudur. Tradisi pembuatan patung-patung batu dan
perunggu juga berkembang. Pada masa ini epos Mahabharata dan Ramayana dari India telah
diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kuno. Demikian juga dengan kitab ajaran Budha
yang berbahasa Sanskerta juga telah diterjemahkan dan disebarluaskan. Teks
tertua berisi ajaran Budha yang ditulis di Indonesia yang dikenal dengan
Sang Hyang Kamahayanikan ditulis pada periode sejarah klasik awal.
• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Pengaruh Hindu dan Budha pada masa ini mulai menyebar khususnya sepanjang
jalur perdagangan (daerah pesisir pantai). Akan tetapi sebagian besar
masyarakat di banyak daerah, kebiasaan keagamaan (kepercayaan) sebelumnya
yang berupa animisme dan dinamisme masih tetap mereka pertahankan.
c. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia
periode sejarah klasik madya
Pada masa klasik madya ini, tradisi sejarah masyarakat kepulauan Indonesia
tidak mengalami banyak perubahan dari tradisi-tradisi sebelumnya. Tradisi
pertanian dan perdagangan mengalami perluasan dan peningkatan. Satu hal yang
membedakan adalah bahwa tradisi masyarakat mulai mendapat pengaruh budaya
Islam, yang diantarnya dibawa oleh para pedagang muslim dari luar.
Anasir-anasir budaya Islam terjalin dalam suatu hubungan yang rumit dengan
adat atau tradisi yang sudah ada sehingga melahirkan peristiwa-peristiwa
penting pada jaman klasik madya ini.
• Tradisi perekonomian
Budaya pertanian dan perdagangan semakin berkembang pesat. Masalah perpajakan
menjadi semakin rumit, terutama ketika pendatang Cina mulai menetap di Indonesia dan
penerapan mata uang Cina sebagai alat tukar dalam perdagangan semakin
dominan.
• Tradisi sosial
Tradisi birokrasi semakin berkembang. Kedudukan kaum cendekiawan semakin
penting baik dalam kerajaan maupun dalam kehidupan masyarakat. Campur tangan
pemerintah kerajaan terhadap urusan irigasi dan angkutan darat semakin
menonjol.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Seiring dengan makin berkembangnya tradisi pembuatan aneka benda dan
peralatan dari logam, tempat-tempat pengecoran logam makin banyak
bermunculan. Bahkan kemungkinan besar tradisi pembuatan alat-alat dan benda
dari logam ini telah berkembang menjadi mata pancaharian penduduk.
• Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi seni pahat semakin berkembang seiring dengan makin meningkatnya jiwa
seni dan kepandaian manusia. Model pahatan, ukiran semakin beragam dan rumit.
Pada masa ini berkembang sastra tulis berupa Kakawin. Buku Bharatayuda
ditulis pada masa ini oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.
• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Agama Hindu dan Budha semakin mendapat tempat di masyarakat. Kendati belum
meluas pada semua lapisan masyarakat (utamanya masyarakat desa) tradisi
penyembahan pada dewa-dewa dalam kepercayaan dua agama itu mulai menggantikan
pemujaan mereka pada roh nenek moyang dan benda-benda yang dianggap memiliki
kekuatan gaib.
d.Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia
periode sejarah klasik akhir
Tradisi sejarah masyarakat periode klasik akhir ditandai oleh munculnya
kerajaan-kerajaan kesatuan besar di Indonesia yang diatur secara
tradisional serta munculnya kekuatan-kekuatan baru yang akhirnya mempengaruhi
tatanan yang sudah ada sebelumnya. Kekuatan-kekuatan itu antara lain
kedatangan budaya Islam dan imperialisme Eropa. Pengungkapan tradisi masyarakat
kepulauan Indonesia
pada periode sejarah klasik akhir diantaranya dapat diketahui dari
peninggalan-peninggalan selama periode ini berupa karya sastra. Pengungkapan
sastra memungkinkan kita bisa melihat tradisi masyarakat Indonesia
jaman sejarah klasik akhir dari lebih banyak sisi dari pada sebelumnya.
• Tradisi perekonomian
Tradisi pertanian tetap dominan, terutama pada masyarakat pedalaman. Tradisi
perdagangan atau perniagaan mengalami perkembangan yang luar biasa pesat baik
itu perdagangan antar wilayah dan pulau di Indonesia
maupun perdagangan dengan luar negeri terutama dengan India dan
kerajaan-kerajaan Asia Tenggara.
• Tradisi sosial
Diantara mayarakat banyak yang berprofesi sebagai penjual jasa untuk
mendapatkan uang. Penduduk pesisir pantai merupakan campuran majemuk dari
berbagai suku dari berbagai wilayah di kepulauan Indonesia dan bangsa-bangsa lain.
Heterogenitas ini yang lambat-laun mengikis tradisi pelapisan sosial yang ada
dalam masyarakat.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Tradisi pembuatan alat-alat logam mengalami puncak kemajuan. Teknik produksi
massal mulai dikembangkan. Demikian halnya dengan pembuatan gerabah. Tradisi
pembuatan keris dimulai pada periode klasik akhir ini. Tradisi pembuatan
keris ini lebih didasarkan pada penilaian magis, sehingga keris dianggap
sebagai pusaka hidup yang memiliki nilai sakral.
• Tradisi seni dan sastra tulis
Pada periode ini tradisi pembuatan patung perunggu dan arca batu semakin
surut. Sebaliknya tradisi terracotta semakin berkembang, karena seni ini
dianggap lebih memiliki nilai sosial yang tinggi. Tradisi sastra tulis juga
semakin meluas. Karya-karya sastra yang berkembang pada masa ini
diantaranya adalah Desawarnana (ditulis oleh Mpu Prapanca), Korawasrama dan
Nawaruci.
• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Keyakinan terhadap aliran Sivashidanta (dalam agama Hindu) dan Mahayana
(dalam agama Budha) semakin kuat di Jawa dan Bali.
Akan tetapi dalam perkembangan yang terjadi kemudian kedatangan pengaruh
Islam mulai mengikis tradisi kepercayaan masyarakat tersebut. Ini terutama
terjadi pada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai. Sedang pada
masyarakat pedalaman relatif tetap mempertahankan tradisi religi mereka.
e. Tradisi masyarakat kepulauan Indonesia periode Islam
Masuknya Islam pada satu sisi telah membawa sejumlah besar perubahan sosial.
Tetapi sifat-sifat tradisi budaya yang terbentuk selama masa sebelumnya tidak
segera berubah atau hilang. Bentuk-bentuk tradisi dari kehidupan sosial
masyarakat sejak masa prasejarah hingga Hindu-Budha sekalipun tetap
berkembang.
• Tradisi perekonomian
Kendati Portugis mendominasi perdagangan di Malaka, tetapi perdagangan antar
wilayah Indonesia dan
perdagangan antara pedagang-pedagang nusantara dengan pedagang muslim, India, tetap
berlangsung. Tradisi pasar juga berkembang pada masa Islam.
• Tradisi sosial
Tradisi urbanisasi tumbuh dan berkembang pada masa ini. Bahkan menurut data
sejarah tingkat urbanisasi di Indonesia
sama seperti yang terjadi di Eropa. Spesialisasi (pengkhususan) pekerjaan
sekali lagi semakin menunjukkan kekompleksitasannya.
• Tradisi penggunaan alat-alat penunjang kehidupan
Masyarakat mulai mengenal jenis senjata api. Kemungkinan diperkenalkan oleh
orang-orang Eropa, atau diekspor dari Eropa. Tetapi ini tidak menghilangkan
tradisi pembuatan barang-barang logam.
• Tradisi seni dan sastra tulis
Tradisi seni patung sudah lenyap. Ajaran agama Islam melarang pembuatan
patung. Tradisi pembuatan seni kaligrafi menggantikan itu semua. Sastra Islam
yang berisi renungan filosofis mengenai hubungan antara Tuhan dengan manusia
semakin berkembang. Kendati berorientasi mistik, tetapi ia tidak bersifat
heterodoks (mempertahankan konsep dualisme).
• Tradisi masyarakat yang berkaitan dengan dimensi kepercayaan
Dominasi tradisi Islam semakin meluas dan berkembang pada semua lapisan
masyarakat di Indonesia.
Dalam perkembangannya, proses penyebarannya telah memunculkan varian-varian
baru yang memasukkan kepercayaan pra-Islam dalam kesatuan antara manusia dan
Tuhan, diantaranya ada yang dalam bentuk aliran kebatinan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, walaupun banyak pengaruh luar
masuk ke Indonesia,
evolusi kebudayaan lokal di berbagai daerah Indonesia yang menunjukkan pola
tradisi masyarakat berlangsung mengikuti jalurnya sendiri. Pada akhirnya
unsur local genius-lah yang sangat menentukan bagi terjadinya perubahan pola
tradisi masyarakat dalam berbagai dimensinya (ekonomi, sosial, kepercayaan,
dan seterusnya).
|